BANK
SYARIAH
Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang operasionalnya dengan
menggunakan prinsip syariah. Elemen penting dari syariah adalah larangan
terhadap riba. Elemen lainnya mencangkup pada penekanan kontrak yang adil,
keterkaitan antara keuangan dengan produktivitas, profit sharing dan larangan
terhadap judi serta berbagai ketidakpastian lainnya. Konsep akad dalam bank
syariah mencangkup dunia dan akhirat. Rukun akad ada tiga, yakni; pelaku akad,
objek akad, dan shighat atau pernyataan pelaku akad berupa ijab dan kabul . Akad atau transaksi
yang digunakan bank syariah dalam operasinya terutama diturunkan dari kegiatan
mencari keuntungan (tijarah) dan sebagian dari kegiatan tolong-menolong
(tabarru). Turunan dari tijarah adalah perniagaan (al-bai') yang berbentuk
kontrak pertukaran dan kontrak bagi hasil dengan segala variasinya.
Produk Bank Syariah:
1.
Musyarakah (Joint Venture Profit Sharing)
Melalui kontrak ini, dua pihak atau lebih (termasuk bank
dan lembaga keuangan bersama nasabahnya) dapat mengumpulkan modal mereka untuk
membentuk sebuah perusahaan (syirkah al inan) sebagai sebuah badan hukum (legal
entity). Setiap pihak memiliki bagian secara proporsional sesuai dengan
kontribusi modal mereka dan mempunyai hak mengawasi (voting right) perusahaan
sesuai dengan proporsinya. Untuk pembagian keuntungan, setiap pihak menerima
bagian ke-untungan secara proporsional dengan kontribusi modal masing-masing
atau sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan sebelumnya. Bila
perusahaan merugi, maka kerugian itu juga dibebankan secara proporsional kepada
masing-masing pemberi modal.
2.
Mudharabah (Trustee Profit Sharing)
Pada mudharabah, hubungan kontrak bukan antar pemberi
modal, melainkan antara penyedia dana (shahibul maal) dengan entrepreneur
(mudharib). Pada kontrak mudharabah, seorang mudharib (dapat berupa perorangan,
rumah tangga perusahaan atau suatu unit ekonomi, ter¬masuk bank) memperoleh
modal dari unit ekonomi lainnya untuk tujuan melakukan perdagangan. Mudharib
dalam kontrak ini menjadi trustee atas modal tersebut.
Jika proyek selesai, mudharib akan mengembalikan modal
tersebut kepada penyedia modal berikut porsi keuntungan yang telah disetujui
sebelumnya. Bila terjadi kerugian maka seluruh kerugian dipikul oleh shahibul
maal. Sedang mudharib kehilangan keuntungan (imbalan bagi-hasil) atas kerja
yang telah dilakukannya.
a)
Mudharabah Mutlaqah: pemilik dana memberikan
keleluasaan penuh kepada pengelola untuk menggunakan dana tersebut dalam usaha
yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Pengelola bertanggung jawab untuk
mengelola usaha sesuai dengan praktek kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf).
b)
Mudharabah Muqayyadah: pemilik dana menentukan syarat
dan pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka
waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya. Pengelola menggunakan modal tersebut
dengan tujuan yang dinyatakan secara khusus, yaitu untuk menghasilkan
keuntungan.
3.
Murobahah
Yakni penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan
membelikan barang yang dibutuhkan nasabah kemudian menjualnya kembali dengang
menaikan harga sesuai dengan margin keuntungan yang ditetapkan bank, nasabah
bisa mengansur dengan angusran flat.
Berdasarkan barang yang dipertukarkan, jual beli terbagi
empat macam;
a)
Bai' al muthlaqah, yaitu pertukaran antara barang atau
jasa dengan uang. Uang berperan sebagai alat tukar.
b)
Bai' al muqayyadah, yaitu jual-beli di mana pertukaran
terjadi antara barang dengan barang (barter). Aplikasi jual-beli semacam ini
dapat dilakukan sebagai jalan keluar bagi transaksi ekspor yang tidak dapat
menghasilkan valuta asing (devisa).
c)
Bai' al sharf, yaitu jual-beli atau pertukaran antara
satu mata uang asing dengan mata uang asing lain.
d)
Bai' as salam adalah akad jual-beli di mana pembeli
membayar uang (sebesar harga) atas barang yang telah disebutkan spesifikasinya,
sedangkan barang yang diperjualbelikan itu akan diserahkan kemudian, yaitu pada
tanggal yang disepakati. Bai' as salam biasanya dilakukan untuk produk-produk
pertanian jangka pendek.
Sedangkan pembagian jual beli berdasarkan harganya
terbagi empat macam;
a)
Bai’ al murabahah adalah akad jual-beli barang
tertentu. Dalam transaksi jual-beli tersebut penjual menyebutkan dengan jelas
barang yang diperjualbelikan, termasuk harga pembelian dan keuntungan yang
diambil.
b)
Bai’ al musawamah adalah jual-beli biasa, di mana
penjual tidak memberitahukan harga pokok dan keuntungan yang didapatnya.
c)
Bai' al muwadha'ah yaitu jual-beli di mana penjual
melakukan penjualan dengan harga yang lebih rendah daripada harga pasar atau
dengan potongan (discount).
d)
Bai’ al-tauliyah, yaitu jual beli dimana penjual
melakukan penjualan dengan harga yang sama dengan harga pokok barang.
e)
Bai' al istishna', yaitu kontrak jual-beli di mana
harga atas barang tersebut dibayar lebih dulu tapi dapat diangsur sesuai dengan
jadwal dan syarat-syarat yang di¬sepakati bersama, sedangkan barang yang dibeli
diproduksi dan diserahkan kemudian.
4.
Ijarah (sewa-menyewa)
Al ijarah atau sewa adalah kontrak yang melibatkan suatu
barang (sebagai harga) dengan jasa atau manfaat atas barang lainnya. Penyewa
dapat juga diberi opsi untuk memiliki barang yang disewakan tersebut pada saat
sewa selesai, dan kontrak ini disebut al ijarah wa iqtina' atau al ijarah
muntahiyah bi tamlik, di mana akad sewa yang terjadi antara bank (sebagai
pemilik barang) dengan nasabah (sebagai penyewa) dengan cicilan sewanya sudah
termasuk cicilan pokok harga barang.
5.
Qard
Qard adalah meminjamkan harta kepada orang lain tanpa
mengharap imbalan. Dalam literatur fiqih qard dikategorikan sebagai aqd
tathawwu', yaitu akad saling membantu dan bukan transaksi komersial. Dalam
rangka mewujudkan tanggung jawab sosialnya, bank Islam dapat memberikan
fasilitas yang disebut al qard al hasan, yaitu penyediaan pinjaman dana kepada
pihak-pihak yang patut mendapatkannya.
Secara syariah peminjam hanya berkewajiban membayar
kembali pokok pinjamannya, walaupun syariah membolehkan peminjam untuk
memberikan imbalan sesuai dengan keikhlasannya, tetapi bank sama sekali dilarang
untuk meminta imbalan apapun. Bank juga dapat menggunakan akad ini sebagai
produk pelengkap untuk memfasilitasi nasabah yang membutuhkan dana talangan
segera untuk jangka waktu yang sangat pendek
6.
Wadi’ah
Wadi’ah berarti menitipkan sesuatu yang ditempatkan bukan
pada pemiliknya untuk dipelihara. Barang yang dititipkan disebut ida', yang
menitipkan disebut mudi' dan yang menerima titipan disebut wadi'.
a)
Wadi'ah Yad Amanah
Wadi'ah yad amanah adalah akad titipan di mana
penerima titipan (custodian) adalah penerima kepercayaan (trustee), artinya ia
tidak diharuskan mengganti segala risiko kehilangan atau kerusakan yang terjadi
pada aset titipan, kecuali bila hal itu terjadi karena akibat kelalaian atau
kecerobohan yang bersangkutan atau bila status titipan telah berubah menjadi
wadi'ah yad dhamanah.
Di bawah prinsip yad amanah ini aset titipan dari
setiap pemilik harus dipisahkan, dan aset tersebut tidak boleh dipergunakan dan
cus¬todian tidak berhak untuk memanfaatkan aset titipan tersebut. Status
penerima titipan berdasarkan wadi'ah yad amanah akan berubah menja¬di wadi'ah
yad dhamanah apabila terjadi salah satu dari dua hal ini: (1) harta dalam
titipan telah dicampur, dan (2) custodian menggunakan harta titipan.
Penerapannya dalam perbankan dapat dilihat, misalnya
dalam pelayanan jasa penitipan surat-surat berharga (custodian).
b)
Wadi'ah Yad Dhamanah
Wadi'ah Yad Dhamanah adalah akad titipan di mana
penerima titipan (custodian) adalah trustee yang sekaligus penjamin (guarantor)
keamanan aset yang dititipkan. Penerima simpanan bertanggung jawab penuh atas
segala kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada aset titipan tersebut.
Dengan prinsip ini, custodian menerima simpanan
harta dari pemi¬liknya yang memerlukan jasa penitipan, dan penyimpan mempunyai
kebebasan mutlak untuk menariknya kembali sewaktu-waktu. Di bawah prinsip ini
harta titipan tidak harus dipisahkan dan dapat di-gunakan dalam perdagangan,
dan custodian berhak atas pendapatan yang diperoleh dari pemanfaatan harta
titipan dalam perdagangan.
Jadi, custodian memperoleh izin dari pemilik
harta untuk menggunakannya dalam perniagaan selama harta tersebut berada di
tangannya. Penyimpan sewaktu-waktu dapat menarik sebagian atau seluruh harta
yang mereka miliki. Dengan demikian mereka memerlukan jaminan penerimaan
kembali atas simpanan mereka.
Semua keuntungan yang dihasilkan dari penggunaan
harta tersebut selama dalam status simpanan adalah menjadi hak custodian.
Tetapi custodian diperbolehkan memberikan bonus kepada pemilik harta atas
kehendaknya sendiri, tanpa diikat oleh perjanjian.
7.
Kafalah
Kafalah menurut mazhab Hanafi adalah memasukkan tanggung
jawab seseorang ke dalam tanggung jawab orang lain dalam suatu tuntutan umum,
dengan kata lain menjadikan seseorang ikut bertanggung jawab atas tanggung
jawab orang lain yang berkaitan dengan masalah nyawa, utang atau barang.
Meskipun demikian penjamin yang ikut bertanggung jawab tersebut tidak dianggap
berutang, dan utang pihak yang dijamin tidak gugur dengan jaminan pihak
penjamin.
a)
Kafalah bin nafs, yaitu jaminan dari diri si penjamin
(personal guarantee);
b)
Kafalah bil maal, yaitu jaminan pembayaran utang atau
pelunasan utang. Aplikasinya dalam perbankan dapat berbentuk jaminan uang muka
(advance payment bond) atau jaminan pembayaran (payment bond).
c)
Kafalah muallaqah, yaitu jaminan mutlak yang dibatasi
oleh kurun tertentu dan untuk tujuan tertentu. Dalam perbankan modern hal ini
diterapkan untuk jaminan pelaksanaan suatu proyek (performance bonds) atau
jaminan penawaran (bid bonds).
8.
Hawalah
Hawalah adalah akad pemindahan utang/piutang suatu pihak
kepada pihak lain. Dalam hal ini ada tiga pihak, yaitu pihak yang berutang
(muhil atau madin), pihak yang memberi utang (muhal atau da'in) dan pihak yang
menerima pemindahan (muhal 'alaih).
Menurut mazhab Hanafi ada dua jenis hawalah, yaitu:
a)
Hawalah mutlaqah: Seseorang memindahkan utangnya kepada
orang lain dan tidak mengaitkan dengan utang yang ada pada orang itu. Menurut
ketiga mazhab lain selain Hanafi, kalau muhal 'alaih tidak punya utang kepada
muhil, maka hal ini sama dengan kafalah, dan ini harus dengan keridaan tiga
pihak (da'in, madin dan muhal 'alaih).
b)
Hawalah Muqayyadah: Seseorang memindahkan utang dan
mengaitkan dengan piutang yang ada padanya. Inilah hawalah yang boleh (jaiz)
berdasarkan kesepakatan para ulama.
Ketiga mazhab selain mazhab Hanafi hanya
membolehkan hawalah muqayyadah dan mensyariatkan pada hawalah muqayyadah agar
utang muhal kepada muhil dan utang muhal 'alaih kepada muhil harus sama, baik
sifat maupun jumlahnya. Kalau sudah sama jenis dan jumlahnya maka sahlah
hawalah. Kalau berbeda salah satunya, maka hawalah tidak sah.
9.
Ju'alah
Ju'alah adalah suatu kontrak di mana pihak pertama
menjanjikan imbalan tertentu kepada pihak kedua atas pelaksanaan suatu tugas/
pelayanan yang dilakukan oleh pihak kedua untuk kepentingan pihak pertama.
Prinsip ini dapat diterapkan oleh bank dalam menawarkan berbagai pelayanan
dengan mengambil fee dari nasabah, seperti Referensi Bank, Informasi Usaha dan
sebagainya. Prinsip ini juga digunakan oleh Bank Indonesia dalam Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS)
10. Sharf
Sharf adalah transaksi pertukaran antara emas dengan
perak atau pertukaran valuta asing, di mana mata uang asing dipertukarkan
dengan mata uang domestik atau dengan mata uang asing lainnya. Bank Islam
sebagai lembaga keuangan dapat menerapkan prinsip ini, syarat-syaratnya antara
lain: (1) harus tunai; (2) serah terima harus dilaksanakan dalam majelis
kontak; dan (3) bila dipertukarkan mata uang yang sama harus dalam
jumlah/kuantitas yang sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih